Kamis, 01 Desember 2011

askep colelitiasis


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Di jawa barat hanya beberapa persen orang yang mengalami kolelitiasis dan menjalani operasi,hanya 20% yang menjalani perawatan medis dan menjalani operasi sisanya hanya melakukan perawatan di rumah,di rumah sakit jawa barat pasien yang menjalani operasi kolelitiasis 30% dari data rumah sakit jawa barat


B.    Tujuan penulisan
§  Mengetahui pengkajian pada klien kolelitiasis
§  Mengetahui diagnosa keperawatan pada klien  kolelitiasis
§  Mengetahui intervensi pada klien  kolelitiasis
§  Mengetahui implementasi dan evaluasi pada klien dengan kolelitiasis

C.   Manfaat penulisan
Untuk institusi seperti rumah sakit, sehingga dapat memberi masukan untuk meningkatkan kinerja asuhan keperawatan. Untuk profesi keperawatan, sehingga bisa memberi gambaran asuahan keperawatan yang seharusnya diberikan kepada pasien. Untuk pendidikan keperawatan, sehingga mampu memberikan wawasan yang luas bagi mahasiswa dalam asuhan keperawatan

D.   Sistematika penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini yaitu dimulai dengan kata pengantar, daftar isi, BAB I PENDAHULUAN yang terdiri dari latar belakang, tujuan, manfaat, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN TEORITIS yang berisi mengenai konsep dasar penyakit dan asuhan keperawatan pada pasien dengan kolelitiasis. BAB III TINJAUAN KASUS yang berisi asuhan keperawatan pada pasien tn. K dengan kolelitiasis diruangan rafei rs.rajawali bandung. BAB IV PEMBAHASAN, bab v penutup terdiri dari kesimpulan  dan yang terakhir yaitu daftar pustaka.
BAB II
KONSEP DASAR

1.    Definisi
Cholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu, batu ini mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus (choledocholithiasis). Kolelitiasis (kalkuli/ kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik. Sinonimnya adalah batu empedu,gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.








2.    Anatomi fisiologi
Kandung empedu (vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm. Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar yang dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa ix kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.  Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.
Fisiologi saluran empedu
Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.
Pengosongan kandung empedu
Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknyaempedu yang kental ke dalam duodenum. Garam – garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu:
1.    Hormonal:
Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.
2.    Neurogen:
·         Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase cephalik dari sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan  kontraksi dari kandung empedu.
·         Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai sphincter oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit. Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.
a.    Garam empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam
yaitu : asam deoxycholat dan asam cholat.
Fungsi garam empedu adalah:
·         Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.
·         Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut dalam lemak.
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu.
b.    Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80% oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.
 
3.    Etiologi
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
·         Jenis kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
·         Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
·         Berat badan (bmi)
Orang dengan body mass index (bmi) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya bmi maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
·         Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

·         Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.
·         Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
·         Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
·         Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.

4.    Klasifikasi
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkan atas 3 (tiga) golongan, yaitu:
a.    Batu kolesterol: berbentuk oval, multifokal ataumulber r y dan mengandung lebih dari 70% kolesterol.
b.    Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat): berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.
c.    Batu pigmen hitam: berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.

5.    Patofisiologi
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang yang terbentuk terbak dalam kandung empedu, kemuadian lama-kelamaan kristal tersubut bertambah ukuran,beragregasi, melebur dan membetuk batu. Faktor motilitas kandung empedu, biliary stasis, dan kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu empedu empedu.

6.    Manifestasi klinis
Batu empedu bisa terjadi secara tersembunyi karena tidak menimbulkan rasa nyeri dan hanya menyebabkan gejala gastroinstetinal yang ringan. Batu tersebut mungkin ditemukan secara kebetulan pada saat dilakukan pembedahan atau evaluasi untuk gangguan yang tidak berhubungan sama sekali. Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua jenis gejala-gejala yang disebabkan oleh penyakit pada kandung empeduitu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrium, seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen. Gangguan ini dapat terjadi setelah individu mengkonsumsi makanan yang berlemak atau gorengan.
Rasa nyeri yang kolik bilier. Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik biller disertai nyeri yang hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan muntah dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi besar. Pasien akan membolak balik tubuhnya dengan gelisah karena tidak bisa menemukan posisi yang nyaman baginya. Pada sebagian pasien rasa nyeri tidak bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini disebablan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu kosta sembilan dan sepuluh kanan. Sentuhan ini menimbukan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien dilakukan inspirasi dalam, dan menghambat pengembangan rongga dada.
Nyeri pada kolesistitis akut dapat berlangsung sangat hebat sehingga diperlukan preparat analgesik yang kuat seperti meperidin. Pemberian morfin dianggap dapat meningkatkan spasme sfinger oddi sehingga perlu dihindari.
Ikterus.
Ikterus dapat dijumpai di antara penderita penyakit kandung emped dengan persentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Osbtruksi pengaliran getah empedu ke dalam doudenum akan menimbulkan gajala yang jhas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat ulit dan membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit. Perubahan warna urin dan feses. Ekskeri pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen emoedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebuut “clay-colored”. Defisiensi vitamin. Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorpsi vitamin a, d, e dan k yang larut lemak. Karena itu, pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika pbstruksi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin k dapat mengganggu pembekuan darah yang normal. Bilamana batu empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat duktus sistikus, kandung empedu akan mengalirkan isinya keluar dan proses inflamasi segera mereda dalam waktu relatif singkat. Jika batu empedu terus menyumbat saluran tersebut, penyumbatan ini dapat mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis generalisata.

7.    Penatalaksanaan medis
Non- bedah
Tujuan utama terapi medis adalah untuk mengurangi insiden periode akut nyeri kandung empedu dan kolesistitis melalui pentalaksanaan pendukung serta diet, dan untuk menghilangkan penyebab kolesistitis melalui  farmakoterapi, prosedur endoskoepik serta intervensi bedah. Penatalaksanaan pendukung dan diet. Kurang lebih 80% dari pasien pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infuse, pengisapan nasogastrik, analgesic, dan antibiotic. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evaluasi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.  Diet yang terapakan segera setelah suatu serangan yang akut biasanya dibatasi pada makanan cair rendah lemak. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk kedalam susu skim. Makanan berikut ini ditambahakan jika pasien dapatb menerimanya : buah yang diamasak, nasiatau ketela, daging  tanpa  lemak, kentang yang dilumatkan, sayuran yang  tidak membentuk gas, roti, kopi atau the. Makanan seperti telur, krim, daging babi, gorengan, keju dan bumbu bumbu yang berlemak, sayuran yang membentuk gas serta alcohol harus dihindari. Kepada pasien perlu diingatkan bahwa makanan yang berlemak dapat menimbulkan serangan baru.
Pentalaksanaan diet merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang hanya mengalami intoleransi terhadap makanan berlemak dan mengeluhkan gejala gastrointestional ringan.
Farmakoterapi.
Asam ursudeoksilat (urdafalk) dan kenodeoksilat (chenodiol, chenofalk)  telah digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari kolesterol. Asam ursodeksikolat dibandingkan dengan asam kenodeoksilat jarang menimbulkan efek samping dan dapat diberikan dengan dosis yang lebih kecil untuk mendaptkan efek yang sama. Mekanismr kerjanya adalah menghambat sintesis kolestrol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desturasi getah empedu. Batu yang sudah ada dapat dikurangi besarnya, batu yang kecil dilarutkan dan batu yang baru dicegah pembentukannya. Pada banyak pasien diperliak terapi 6 hingga 12 bulan untuk melarutkan batu empedu, dan selama terapi keadaan pasien dipantau. Dosis yang efektif bergantung pada berat badan pasien; cara terapi ini umumnya dilakukan pada pasien yang menolak pembedahan atau yang dianggap terlalu beresiko untuk menjalani pembedahan.
Obat-obat tertentu lainnya, seperti estrogen, kontrasepsi oral, klofibrat dan kolestreol makan dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap cara terapi ini. Karena itu, dokter harus mengtahui jika pasienya menggunakan salah satu dari obat obat diatas. Pembentukan kembali batu empedu telah dilaporkan pada 20% hingga 50% pasien sesudah terapi dihentikan: dengan demikian, pemberian obat ini dengan dosis rendah dapat dilanjutkan untuk mencegah kekmnuhan tersebut. Kapatuhan pasien untuk mengikuti bentuk terapi ini memerlukan penelitian dan tindak lanjut. Jika gejala akut kolesititis berlanjut atau timbul kembali, intervensi bedah atau litotripsi merupakan indikasi. Pemantauan dan pemeriksaan tindak lanjut terhadap enzim-enzim hati merupakan indikasi. Kepada pasien dieberitahukan agar sgera melapor jika terjadi efek samping yang merugikan dari pemakaian obatnya dan bila gejala kolesistitis tersebut timbul kembali.
Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan pelarutan batu empedu. Beberapa metode telah digunakan untuk melarutkan batu empedu dengan menginfuskan suatu bahan pelarut  (monooktanoin atau metal tertier butil eter [mtbe] ke dalam kandung empedu. Pelaryt tersebut dapat diinfuskan melalui jalur berikut ini: melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung ke dalam kandung empedu; melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui salauran t-tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ercp; atau kateter bilier transnasal. Dalam prosedur terakhir ini, kateter dimasukkan melalui mulut dan diinsersikan ke dalam duktus koleduktus. Ujung proksimal kateter tersebut kemudian dipindahkan dari mulut ke hidung. Dan dibiarkan pada tempat tersebut. Cara ini memungkinkan pasien untuk tetap makan dan minum secara normal sementara pelintasan batu dan pemasukkan bahan kimia untuk melarutkan batu melalui infuse dipantau. Metode pelarutkan batu ini tidak banyak dilakukan pada pasien-pasien batu empedu.
Pengangkatan non bedah. Beberapa metode non bedah digunakan untuk mengeluarkan batu yang belum terangkat pada saat kolesistektomi atau yang terjepit dalam duktus koleduktus. Sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang padanya disisipkan lewat saluran t-tube atau lewat fistula yang terbentuk pada saat insersi t-tube; jaring digunakan memegang dan menarik keluar batu yang terjepit dalam duktus koleduktus. Prosedur kedua adalah penggunaan endoskop ercp. Sesudah endoskop terpasang,alat pemotong dimasukkan lewat endoskop tersebut ke dalam ampula vater dari duktus koleduktus. Alat ini digunakan untuk memotong serabut-serabut mukosa atau papilla dsari sfingter oddi sehingga mulut sfingter tersebut dapat diperlebar; pelebaran ini memungkinkan batu yang terjepit untuk bergerak dengan spontan ke dalam duodenum. Alat ini yang dilengkapi dengan jarring atau balon kecil pada ujungnya dapat dimasukkan melalui endoskop untuk mengeluarkan batu empedu. Meskipun komplikasi sesudah tindakan ini jarang terjadi, namun kondisi pasien harus diobservasi dengan ketat untuk mengamati kemungkinan terjadinya perdarahan, perforasi, dan pancreatitis.
Prosedur endoskop ercp terutama berguna dalam menegakkan diagnosis dan menangani pasien dengan gejala yang muncul setelah menjalani pembedahan saluran empedu, pasien dengan kandung empedu yang utuh dan pasien yang tidak dapat membahayakan jiwanya. Extracorporeal shock-wave lithotripsy (eswl). Prosedur litotripsi atau eswl ini telah berhasil memecah batu empedu tanpa pembedahan. Kata litotripsi berasal dari lithos yang berarti batu, dan tripsis yang berarti penggesekan atau friksi. Prosedur noninvasive ini menggunakan gelombang kejut berulang (repeted shock waves) yang diarahkan kepada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koleduktus dengan maksud untuk memecah batu tersebut menjadi sejumlah fragmen. Gelombang kejut dihasilkan dalam media cairan oleh percikan listrik, yaitu piezoelektrik, atau oleh muatan elektromagnetik. Energi ini disalurkan ke dalam tubuh lewat rendaman air atau kantong yang berisi cairan. Gelombang kejut yang dikonvergensikan tersebut diarahkan kepada batu empedu yang akan dipecah.karena adanya perbedaan tahanan antar jaringan, energy gelombang kejut yang kecil akan diserap sebelum mencapai  batu empedu,sehingga kerusakan pada jaringan disekitar batu akan minimalkan jika jaringan dengan kandungan air yang besar atau jaringan pada (paru, saluran cerna, tulang) dihindari. Setelah batu dipecah secara bertahap, pecahannya akan bergerak spontan dari kandung empedu atau duktus koleduktus dan dikeluarkan melalui endoskop dan dilarutkan dengan pelarut atau asam empedu yang diberikan per oral.
Jika litotripor menggunakan energy total gelombang kejut yang tinggi, maka anestensi umum, spinal atau epidural harus diberikan kepada pasien. Jika litotriptor menggunakan energy total gelombang kejut yang rendah, tindakan litotripsi dapat dikerjakan tanpa pembiusan, namun demikian, lebih banyak kejutan harus dilakukan dengan alat ini sebelum dipecahkan.
Prosedur .
Pasien dengan batu kandung empedu ditempatkan dalam posisi pronasi (bebaring tertelungkup) diatas generator penghasil gelombang kejut. Sebuah bantal berisi cairan diletakkan diantara pasien dan litotriptor. Jika tindakan ini dilakukan untuk batu saluran empedu, tubuh pasien direndam sebagian dalam bak berisi air, sebuah kateter nasobilier atau kateter bilier lain di pasang untuk memungkinkan pemasukan bahan radiokontras kedalam percabalam bilier dan untuk melekukan dekompresi saluran empedu selama tindakan ini dilaksanakan. Gelombang kejut diatur waktunya dengan alat elektrokardiogram untuk mengurangi disritmia. Efeksamping litotripsi yang dilakukan untuk menangani batu empedu mencakup petekia kulit (14%) dan hematuria makroskopis (3%) yang mungkin disebabkan oleh cedera mikroskopis pada ginjal kanan akibat atas pelintasan gelombang kejut lewat organ tersebut. Efeksamping yang lebih serius, seperti pankretitis atau obstruksi saluran empedu, mungkin saja terjadi, tetapi insidensnya kecil. Sesudah menjalani prosedur, kondisi pasien harus dipantau terhadap timbiulnya kembali gejala.
Adapun penatalaksanaan bedah antara lain:
·         Kolesistektomi merupakan salah satu prosedur bedah yang paling sering dilakukan. Dalam prosedur ini, kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi. Sebuah drain (pemrose) ditempatkan dalam kandung empedu dan dibiarkan menjulur keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan serosanguinus dan getah empedu ke dalam kasa absorben.
·         Mini kolesistektomi merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar 4 cm. Jika , diperlukan luka insisi dapat diperlebar untuk mengeluarkan batu kandung empedu yang berukuran lebih besar.
·         Kolesistektomi  laparaskopik (atau endoskopik) dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan melalui dinding abdomen pada umbilicus. Pada prosedur kolesitetomi endoskopik, rongga abdomen ditiup dengan gas karbodioksida (pneumoperitoneum) untuk membantu pemasangan endoskop dan menolong dokter bedah melihat stuktur abdomen. Sebuah endoskop serat-optik dipasang melalui luka insisi umbilicus yang kecil. Beberpa luka insisi kecil tambahan dibuat pada dinding abdomen untuk memasukkan intrumen bedah lainnya kedalam bidang operasi. Dokter bedah dapat melihat system bilier melalui endoskop; sebuah kamera yang disambung dengan endoskop tersebut memungkinkan gambaran intraabdomianl ke sebuah monitor.
·         Koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledukus untuk mengeluarkan batu. Setelah batu dikeluarkan, biasanya dipasang sebuah kateter ke dalam duktus untuk drainase getah empedu sampai edema mereda.


8.    Test diagnostik
·         Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut pemeriksaan radiologis .
·         Foto polos abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopakkadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.
·         Ultrasonografi (usg)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan usg juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam
·         KolesistografI
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu

9.    Komplikasi
Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal





























10.   Patoflowdiagram
Pasien menderita batu empedu
Tersusun dari kolesterol
Terbentuk oleh pigmen yang terkonjugasi
Tidak normal
pengendapan
kolelitiasis
Terjadi batu
Dengan pasien  : sirosis, hemolisis, infeksi peradangan bilier


Suoersaturasi getah empedu oleh kolestrol
Mengendap dan membentuk batu
Jalan operasi
Terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati
 






















Asuhan keperawatan
A.    Pengkajian
1.    Aktifitas/ istirahat , gejala:  kelemahan . Tanda : gelisah
2.    Sirkulasi,tanda : takikardia, berkeringat
3.    Eliminasi, gejala: perubahan warna urine dan feses. Tanda: distensi abdomen, teraba masa pada kuadran kanan atas, urine gelap, pekat. Feses berwarna tanah liat, steatorea.
4.    Makanan/ cairan, gejala: anoreksia, mual/ muntah. Tidak toleran terhadap lemak dan makanan “pembentukan gas” regurgitasi berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat makan, dispepsia. Tanda : kegemukan, adanya penurunan berat badan.
5.    Nyeri/ kenyamanan,  gejala: nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu kanan. Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan. Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit. Tanda: nyeri lepas, otot  tegang atau kaku biala kuadran kanan atas ditekan; tanda murphy positif.
6.    Pernapasan , tanda: peningkatan frekuensi pernapasan. Pernapasan tertekan di tandai oleh napas pendek, dangkal.
7.    Keamanan, tanda: demam, menggigil, ikterik, dengan kulit berkeringat dan gatal (pruiritus). Kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin k).

B.    Diagnosa keperawatan
Pre- operasi
1.    Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
2.    Rsiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan  kehilangan melalui penghisapan gaster berlebihan: muntah, distensi, dan hipermotilitas gaster .
3.    Perubahan nutirisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan berat badan sesuai aturan, mual/muntah, dyspepsia, nyeri.
4.    Kurangnya pengetahuan  tentang kondisi, prognosis dan pengobatan. Berhubungan dengan salah interprestasi informasi, tidak meneganal sumber informasi.
 Post- operasi
1.    Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nyeri, kerusakan otot, penurunan energy/ kelemahan
2.    Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan dari aspirasi ng, muntah.
3.    Kerusakan integritas kulit berhunbungan dengan menetapnya secret, substansi (empedu), gangguan status nutrisi.
4.    Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.


Perencanaan  (intervensi)
No.
Diagnosa keperawatan
Pre- operasi
Tujuan
Intervensi
Rasional
1.
Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam nyeri hilang
Criteria hasil: pasien akan melaporkan bahwa nyeri hilang dan pasien akan menunujukkan pengguanaan keterampilan relaksasi dan aktifitas hiburan sesuai indikasi untuk situasi individual
1.    Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri (menetap hilang timbulnya kolik).

2.    Catat respon terhadap obat, dan laporkan pada dokter bila nyeri hilang.
3.    Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.
4.    Kolaborasi dengan tim medis pemberian antibiotik.
1.    Membantu memebedakan penyebab nyeri dan memberikan onformasi tentang kemajuan/ perbaikan penyakit, terjadinya komp[likasi dan keefektifan intervensi.
2.    Nyeri berat yang tidak hilang dentgan tindakan rutin dapat menunujukkan terjadinya komplikasi atau kebutuhan terhadap intervensi lebih lanjut.
3.    tirah baring pada posisi fowler rendah menunujukkan tekanan intraabdomen, namun pasien akan melakukan posisi yang menghilangkan nyeri secara alamiah.
4.    Untuk mengobati proses infeksi, menurunkan inflamasi.
2.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan  kehilangan melalui penghisapan gaster berlebihan: muntah, distensi, dan hipermotilitas gaster
Setelah diberikan tindakan keperawatan

Criteria hasil: pasien akan menunjukkan keseimbangan cairan adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisien kapiler baik, secara individu mengeluarkan urine cukup dan tak ada muntah.

1.    Pertahankan haluaran akurat, perhatikan haluaran akurat, perhatikan haluaran kurang dari masukan, peningkatan berat jenis urine. Kaji membrane mukosa/kulit, nadi perifer dan pengisian kapiler
2.    Awasi tanda/ gejala peningkatan berlanjutnya mual/muntah, kram abdomen, kelemahan, kejang ringan, kecepatan jantung tak teratur, parastesia hipoaktif atau tak adanya hipoaktif atau tak adanya bising usus, depresi pernafasan.
3.    Hindarkan dari lingkungan yang berbau.
4.    kolaborasi dengan tim medis pemberian cairan iv, elektrolit, dan vitamin k
1.    Memberikan informasi tentang status cairan/ volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian
2.    Muntah berkepanjangan, aspirasi gaster dan pembatasan pemasukan oral dapat menimbulkan deficit natrium, kalium dan klorida.
3.    Menurunkan rangsangan pada pusat muntah
4.    Mempertahankan volume sirkulasi dan memperbaiki ketidakseimbangan
3.
Perubahan nutirisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan berat badan sesuai aturan, mual/muntah, dyspepsia, nyeri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan

Criteria hasil :
Pasien akan melaporkan mual muntah hilang. Pasien akan menunjukkan kemajuan mencapai berat badan atau mempertahankan berat badan mencapai individu yang tepat
1.    Kaji distensi abdomen, sering berdahak, berhati-hati, menolak bergerak.
2.    Perkirakan atau hitung pemasukan kalori. Jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal.
3.    Konsul tentang kesukaan/ ketidaksukaan pasien makanan yang menyebabkan distress dan jadwal makanan yang disukai
4.    Kolaborasi dengan tim medis pemberian garam empedu contoh zanchol sesuai indikasi
1.    Tanda non vernal ketidaknyamanan berhubungan dengan gangguan pencernaan, nyeri gas
2.    Mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan nutrisi. Berfokus pada masalah membuat suasana negative dan mempengaruhi masukan.
3.    Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memilki rasa control dan mendorong untuk makan.
4.    Meningkatkan pencernaan dan absorpsi lemak, vitamin larut dalam lemak, kolesterol.
4.
Kurangnya pengetahuan  tentang kondisi, prognosis dan pengobatan. Berhubungan dengan salah interprestasi informasi, tidak meneganal sumber informasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1X 24 jam,  pasien mengerti akan penyakitnya.
Criteria hasil:
Pasien menyatakan paham akan proses penyakit, pengobatan dan prognosis penyakitnya
1.    Memberikan penjelasan mengenai penyakitnya
2.    Diskusikan program penurunan berat badan bila diinidikasikan
3.    Menganjurkan pasien untuk menhindari makanan/ minuman tinggi lemak (contoh susu segar, es krim, mentega, makanan gorengan) atau zat iritan gaster (contoh makanan pedas)
1.    Informasi menurunkan cemas dan rangsangan simpatis.
2.    Kegemukan adalah factor risiko yang dihubungkan dengan kolelitiasis dan penurunan berat badan menguntungkan dalam manajemen medic terhadap kondisi kronis
3.    Mencegah/ membatasi terulangnya serangan kandung empedu

No
Diagnosa keperawatan
Post operasi
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Ketidakefektipan pola nafas berhubungan dengan nyeri dan kerusaka otot
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
Criteria hasil:
Ventilasi/oksigenasi adekuat untuk kebutuhan individu

1.  Observasi frekuensi/kedalaman pernapasan
2.  Auskultasi bunyi nafas
3.  Tinggikan kepala tempat tidur,pertahankan posisi fowler rendah, ambulasi.
4.  Kolaborasi dengan tim medis pemberian analgesik sebelum pengobatan pernapasan/ aktifitas terapi
1.    Nafas dangkal, distres pernapasan, manahan nafas dapat mengakibatkan hipoventilasi/atelektasis
2.    Area yang menurun/ tak ada bunyi napas  diduga ronki, mengi atelektasis, sedangkan bunyi menunjukan kongest
3.    Memaksimalkan ekspansi paru untuk mencegah/memperbaiki atelektasis
4.    Memudahkan batuk lebih efektif, nafas dalam, dan aktifitas
2
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan dari aspirasi ngt,muntah
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
Criteria hasil: menunjukan keseimbangan cairan adekuat dibuktikan dengan tanda-tanda vital stabil,membran mukosa lembab, turgor kulit/pengisian kapiler baik, dan haluaran urine individu adekuat
1.    Awasi tanda-tanda vital. Kaji membran mukosa, turgor kulit , nadi perifeer, dan pengisian kapiler
2.    Gunakan jarum kecil untuk injeksi, dan lakukan penekanan lebih lama dari biasnya pada bekas suntikan
3.    Anjurkan pasien memiliki pembersihan dari katun/spon dan pembersih mulut untuk sikat gigi
4.    Kolaborasi dengan tim medis pemberian cairan iv.produk darah, sesuai indikasi ;elektrolit, vitamin k
1.    Indikator keadekuatan volume sirkulasi/perfusi
2.    Menurunkan  trauma dan perdarahan pada gusitrauma,resiko perdarahan/ hematoma
3.    Menghindari trauma dan perdarahan pada gusi
4.    Memperbaiki ketidakseimbangan akibat kehilangan dari gaster/ luka berlebih.
5.    Memberikan penggantian faktor yang diperlukan untuk proses pembekuan
3
Integritas kulit/jaringan, kerusakan berhubungan dengan substansi kimia (empedu)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam
Criteria hasil: pasien menunjukan perilaku untuk meningkatan penyebuhan/mencegah kerusakan kulit
1.      Observasi warna dan karakter drainase. Gunakan kantong ostomi sekali pakai untuk menampung luka drein luka
2.      Benamkan selang drainase,biarkan selang bebas bergerak, dan hindari lipatan dan terpelintir
3.      Ganti balutan sesering mungkin bila perlu. Bersihkan kulit dengan sabun dan air. Gunakan kassa berminyak steril sengoksida atau bedak karaya sekitar insisi
4.      Kolaborasi dengan tim medis pemberian antibiotik sesuai indikasi.
1.    Mencegah iritasi kulit dan memudahkan pengukuran haluaran.
2.    Menurunkan resiko kontaminasi.pada awalnya,drainase mengandung darah dan campuran darah dengan air, secara normal berubah coklat kehijauan (warna empedu)setelah jam-jam pertama.
3.    Menghindari telepas atau hambatan lumen.
4.    Perlu untuk pengobatan abses/ infeksi
5
Kurangnya pengetahuan (kebutuhan belajartentang kondissi, prognosis,dan kebutuhan pengobatans.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
Criteria hasil: pasien menyatakan pemahanan proses penyakit/ prognosis dan pengobatan
1.    Kaji ulang proses penyakit ,prosedur bedah prognosis
2.    Tunjukan perawatan insisis/balutan dan drein
3.    Kaji ulang pembatasan aktitas tergantung pada situasi individu
1.    Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi
2.    Meningkatkan kemandirian dalam perawatan dan menurunkan resiko komplikasi
3.    Memulai kembali aktivitas biasa secara normal dapat diselesaikan dalam 4-6 minggu

BAB III
TINJAUAN KASUS
PENGKAJIAN   KEPERAWATAN
Ruangan: rafei                                                                 
Kamar:     bed-12                                                               
Tgl masuk rs: 05 mei 2011
Tgl pengkajian : 06 Mei 2011
I.    IDENTIFIKASI

A.  PASIEN
Nama initial                 : tn. K
Umur                           : 42 tahun
Jenis kelamin              : laki-laki
Status perkawinan      : menikah
Jumlah anak                :  2 (dua)
Agama/ suku                : Islam/ Jawa
Warga negara             : WNI
Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa dan Bahasa Sunda
Pendidikan                  : SMP
Pekerjaan                    : swasta
Alamat rumah             : jl. Maleber
B.  PENANGGUNG JAWAB
Nama                          : ny.s
Alamat                         : jl. Maleber
Hubungan dengan pasien: istri pasien

II.   DATA MEDIK
Diagnosa medik
Saat masuk        : cholelitiasis
Saat pengkajian : cholelitiasis
III.     KEADAAN UMUM
A.    KEADAAN SAKIT
Pasien tampak sakit sedang berhubung pasien tampak mengeluh nyeri yang terus menerus tapi pasien masih kooperatif.
Tanda-tanda vital
1.   Kesadaran :
Skala koma glasgow
Respon  motorik                 : 6
Respon bicara                    : 5
respon membuka  mata     : 4
Jumlah:                               15
Kesimpulan : pasien dalam keadaan sadar penuh (composmentis)
2.   Tekanan darah : 120/80 mmHg
Map : 120+ 160 : 3 = 93 mmHg
Kesimpulan : perfusi ginjal memadai (>70)
3.   Suhu : 380 c   di axilla              
4.   Pernapasan: 24 x/menit, irama :   teratur, dada
5.   Nadi :  114 x/menit, irama :       Tidak teratur dan kuat                         
B.    PENGUKURAN
1.    Tinggi badan        : 165 cm
2.    Berat badan         : 58 kg
IMT (Indeks Massa Tubuh): 63: (1,6)2 = 23,2
Kesimpulan          : berat badan ideal


IV. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN
A.  POLA PERSEPSI KESEHATAN DAN PEMELIHARAAN KESEHATAN
1.   Keadaan sebelum sakit:
     Pasien mengatakan bahwa sehat itu penting karena sangat berpengaruh bagi kemampuan beraktifitas baik bekerja dan lain-lain .
2.   Riwayat penyakit saat ini :
a)    Keluhan utama                 :
     Nyeri abdomen daerah kuadran kanan atas
b)   Riwayat keluhan utama :
     Pasien mengatakan sekitar 3 tahun nyeri daerah abdomen kanan atas tetapi sering tidak dihiraukan. Tiga hari sebelum masuk rumah sakit pasien kesakitan dan dibawa kerumah sakit. Saat dikaji 06 mei 2011 pasien mengeluh nyeri didaerah abdomen kanan atas, sampai meringis terutama saat bergerak.
c)    Riwayat penyakit yang pernah dialami :
     Operasi hernia pada tahun 2006
3.   Riwayat kesehatan keluarga :
     Pasien mengatakan didalam keluarga tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti yang dialami oleh pasien.
4.   Pemeriksaan fisik :
a.   Kebersihan rambut      : bersih
b.   Kulit kepala                  : bersih
c.     Kebersihan kulit         : bersih
d.     Higiene rongga mulut  : bersih
B.  POLA NUTRISI DAN METABOLIK
1.   Keadaan sebelum sakit :
     Pasien mengatakan setiap hari makannya 2x sehari dengan komposisi nasi sayur- sayuran dan lauk pauk (jeroan, ikan asin, tempe, tahu), pasien mengatakan makanannya sayur sop. Pasien jarang meminum air putih dan lebih sering minum teh manis.
2.    keadaan sejak sakit :
     Pasien mengatakan tidak ada nafsu makan hanya menghabiskan setengah porsi.
     Observasi: nutrisi pasien kurang dari kebutuhan
     Pemeriksaan fisik :
a)  Keadaan rambut : rambut berwarna hitam, distribusi merata dan tidak rontok, tidak berketombe
b)  Hidrasi kulit: tidak nampak tanda tanda dehidrasi dan berkeringat
c)  Palpebra/conjungtiva  : tidak edema
d)  Sclera : ikterik
e)  Hidung             : septum berada ditengah, tidak ada sekret atau polip
f)   Rongga mulut : kotor dan bau mulut tapi tidak ada kelaianan.          Gusi : tidak ada radang
g)  Gigi : tidak ada caries, ada yang berlubang 1 gigi geraham 4 kanan bawah
h)  lidah                 : bersih
i)    pharing                        : tidak ada peradangan
j)    Kelenjar getah bening : tidak ada pembengkakan
k)  Kelenjar parotis           : tidak ada pembengkakan
l)    Abdomen :
·      Inspeksi           :  bentuk: datar dan simetris,  bayangan vena: tidak tampak
·      Auskultasi : peristaltic usus 12 x/mnt
·      Palpasi       : nyeri : ada nyeri tekan didaerah kuadran kanan atas dan daerah epigastrik
·      Perkusi            :  tidak ascites
m) Kulit : Edema : negatif  , Icterik : negatif , tanda-tanda radang : tidak ada tanda peradangan
     Hasil laboratorium:
Tanggal
Jenis pemeriksaan
Hasil
Normal
Interprestasi
02011
Darah:
Hemoglobin
Leukosit

16,7
13.000

L:13-17 P:12-15
4.000- 10.000

Normal
Tinggi




Hasil Usg :
Tanggal
Hasil
06-05-2011
Cholelitiasis (terdapat adanya batu di empedu)

C.  POLA ELIMINASI
1.   Keadaan sebelum sakit :
Pasien mengatakan buang air besar sekali dalam sehari, lancar dan konsentrasinya tidak cair dengan cara mandiri. Sedangkan buang air kecilnya berwarna pekat dan tidak ada masalah dalam buang air kecil juga.
2.   Keadaan sejak sakit :
Pasien mengatakan sejak sakit buang air kecilnya sakit dan sedikit – sedikit serta warnanya cokelat.
Observasi : warna urine pekat dengan volume urine 100cc/ 6 jam .
3.   Pemeriksaan fisik :
a)  Palpasi kandung kemih : Kosong
b)  nyeri ketuk ginjal : Negatif
c)  Anus :
·      Peradangan : Pasien mengatakan tidak ada peradangan
·      Hemoroid : Pasien mengatakan tidak pernah mempunyai hemoroid
·      Kebersihan genitalia dan anus: tidak dikaji
4.   Pemeriksaan diagnostik :
a)  Laboratorium :
Tanggal
Jenis pemeriksaan
Hasil
Normal
keterangan
5-05-2011
Urine:
Keton
Urobilinogen

+
+

 -
 -
Tidak normal
Tidak normal
06-05-2011
Ph
Bj
Leukosit
Nitrit
Protein
Glukosa
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
Eritrosit
Epithel
Leukosit
Eritrosit
7
1.010
-
-
-
Normal
50mg/dl
4mg/dl
3mg/dl
-
2-3
0-2
0-2
5-8
1.010 – 1.025
0-5/LBP
-
-
-
-
-
-
0-1/LBP
+
0-5/LBP
0-1/LBP
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Tidak normal
Tidak normal
Tidak normal
Normal
Tidak normal
Normal
Tidak normal
N
11-05-2011

Ph
Bj
Protein
Glukosa
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
Leukosit
Eritrosit
Epithel
6,5
1.025
+
-
-
+
+
2-4
2-5
0-3
5-8
1.010-1.025
-
-
-
-
-
0-5/LBP
0-1/LBP
+
Normal
Normal
Tidak normal
Normal
Normal
Tidak normal
Tidak normal
Tidak normal
Tidak normal
Tidak normal

5.   Therapi :
Ceftriaxon 1x1 gram iv
Levofloxavin 500 1x 1 tablet
Dengan infuse : RL untuk 15 tetes/ menit
D.  POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN
1.   Keadaan sebelum sakit :
Pasien mengatakan aktivitas sehari-hari yaitu bekerja sebagai  rekanan kontrak PLN.
2.   Keadaan sejak sakit :
Pasien mengatakan sejak sakitnya bertambah berat tidak mampu bekerja.
0 : mandiri
1 : dibantu alat
2: dibantu orang
3: dibantu orang dan   alat
4: dibantu sepenuhnya
observasi :
a)  Aktivitas harian :
·      Makan                         : 2
·      Mandi                           : 2
·      Pakaian                       : 2                  
·      Buang air besar           : 3
·      Buang air kecil             : 3
·      Mobilisasi di tempat tidur : 2
b)  Postur tubuh : agak membungkuk
c)  Gaya jalan :  membungkuk
d)  Anggota gerak yang cacat : tidak ada yang cacat
3.   Pemeriksaan fisik:
a)  Perfusi pembuluh perifer kuku : warna kuku setelah ditekan 3 detik kembali seperti semula
b)  Thorax dan pernapasan:
·      Inspeksi: Bentuk thorax: simetris, Sianosis : tidak sianosis, Stridor : tidak stridor
·      Palpasi : vocal premitus : getaran dikedua lapang paru simetris
·      Perkusi :  sonor,  batas paru hepar : ics-5 pada linea media clavicula kiri 
Kesimpulan : pengembangan paru, hepar memadai
·      Auskultasi :
     Suara napas : vesikuler normal, broncho vesikuler normal, bronchial normal
     Suara ucapan : intensitas dan kualitas dikiri dan kanan simetris
     Suara tambahan : tidak ada suara tambahan
c)  Jantung
·      Inspeksi : ictus cordis: di ics-5 pada linea media clavicula kiri
·      Palpasi : ictus cordis: teraba
·      Perkusi :
     Batas atas jantung           : ics-2 dan ics-3
     Batas kanan jantung       : linea sternalis kanan
     Batas kiri jantung             : linea media clavicula kiri
·      Auskultasi :
     Bunyi Jantung II A : Tunggal
Bunyi Jantung II P : Tunggal
Bunyi Jantung I T : Tunggal
Bunyi Jantung I M : Tunggal
Bunyi Jantung II Irama Gallop : Tidak Ada
Murmur : Tidak Ada
Heart Rate : 113
d)  Lengan dan tungkai
·      Atrofi otot       :  negatif
·      Rentang gerak : tidak ada batasan
·      Kaku sendi : kaku sendi bagian kaki kanan karena menahan nyeri
·      uji kekuatan otot : kanan kaki dan tangan= 5, kiri kaki dan tangan= 5
·      Refleks fisiologi : normal
·      Refleks patologi :normal
·      Babinski,          kiri dan kanan: negative
·      Clubing finger : tidak ada
·      Varises tungkai : tidak nampak varises tungkai
e)  Columna vetebralis:
·      inspeksi :  kelainan bentuk : tidak nampak
·      Palpasi   : nyeri tekan : tidak ada
N.iii – iv – vi  : tidak ada kelainan, klien dapat mengikuti gerakan bola mata 4 arah mata angin dengan baik
N.viii romberg test : negative
N. Xi  : pasien mampu mengangkat bahu dan melawan tahanan yang diberikan meskipun sedikit lemah karena posisi yang tidak nyaman
kaku kuduk     : tidak ada kaku kuduk
E.    POLA TIDUR DAN ISTIRAHAT
1.    Keadaan sebelum sakit :
Pasien mengatakan dalam 1 hari tidur ±6 jam, tidak teratur karena terkadang bekerja shift malam, tidak ada gangguan tidur. Pasien pun mengatakan tidak ada kebiasaan yang dilkukan untuk mengantar tidurnya. Pasien tidak menggunakan obat tidur.
2.    Keadaan sejak sakit :
Pasien mengatakan untuk tidur tidak nyaman karena nyerinya sering timbul secara terus - menerus.
Observasi : pola tidurnya terganggu karena adanya nyeri
·         Ekspresi wajah mengantuk         : positif
·         Banyak menguap                        : positif
·         Palpebra inferior berwarna gelap : positif
F.    POLA PERSEPSI KOGNITIF
1.       Keadaan sebelum sakit :
Pasien menyatakan tidak menggunakan alat bantu apapun baik penglihatan maupun pendengaran. Tidak ada kondisi lain yang mengganggu.
2.       Keadaan sejak sakit :
Pasien menyatakan tidak menggunakan alat bantu apapun baik penglihatan maupun pendengaran. Tidak ada kondisi lain yang mengganggu.
3.       Pemeriksaan fisik :
a)    Penglihatan
·   Cornea : jernih, berwarna hitam
·   Visus  : dapat membaca tanpa kacamata  dengan jarak normal 25cm
·   Pupil  : isokor 3 mm.mengecil saat di beri repleks cahaya
b)    Lensa mata : normal
c)    Pendengaran
·   Kanalis : bersih
·   Membran timpani : terlihat memantulkan cahaya saat di beri sinar (warnanya abu-abu)
·   Test pendengaran : normal
d)    N I :pasien dapat mengenali dan membedakan bau-bauan dengan mata tertutup
e)    N II : pasien dapat membaca dengan jarak normal 25 cm
f)     N V sensorik : pasien dapat mebedakan kasar dan halus
g)    N VII sensorik : lidahpasien terasa pahit, namun masih dapat membedakan rasa pahit, manis asin, dengan baik
h)    N VIII pendengaran : pasien dapat mendengar suara yang didekatkan pada pasien
G.   POLA PERSEPSI DAN KONSEP DIRI
1.    Keadaan sebelum sakit :
Pasien mengatakan dirinya sebagai seorang suami yang harus bertanggungjawab untuk menafkahi istri dan anaknya yang menjadi beban apalagi masih punya anak yang masih sekolah
2.    Keadaan sejak sakit:
Pasien mengatakan merasa minder dari keluarga istrinya karena keadaanya sakit tidak bisa bekerja dan beraktifitas harus mengandalkan orang lain.
Observasi :
a)    Kontak mata                     : 2 arah (baik tidak melamun)
b)    Rentang perhatian            : perhatian penuh
c)    Suara dan cara bicara: jelas dan baik, tidak gagap
d)    Postur tubuh                      : tegak dan simetris
3.    Pemeriksaan fisik :
a)    Kelainan bawaan yang nyata : tidak nampak
b)    Abdomen : Bentuk               : datar dan simetris, Banyangan vena : tidak nampak, bendungan pembuluh darah tidak menonjol, Benjolan massa  : tidak terdapat benjolan massa
c)    Kulit :  lesi kulit         : tidak terdapat lesi
d)    Penggunaan protesa      : tidak ada
H.   POLA PERAN DAN HUBUNGAN DENGAN SESAMA
1.    Keadaan sebelum sakit :
Pasien mengatakan bahwa dirinya berhubungan baik dengan keluarga istrinya, apalagi keluarganya sendiri dengan tetangga dan masyarakat
2.    Keadaan sejak sakit :
Pasien mengatakan bahwa dirinya berhubungan baik dengan keluarga istrinya apalagi keluarganya sendiri dengan temannya, tetangga dan masyarakat
Observasi : Tidak ada gangguan komunikasi maupun interaksi antara sesama. Terlihat keluarga,tetangga dan teman kerja yang datang menjenguk
I.      POLA REPRODUKSI DAN SEKSUALITAS
1.    Keadaan sebelum dan sejak sakit :
Pasien mengatakan menikah satu kali dan mempunyai dua orang anak
Observasi :
Pemeriksaan fisik : bagian genitalia tidak ada masalah dengan hubungan sekual
J.    POLA MEKANISME KOPING DAN TOLERANSI TERHADAP STRES
1.    Keadaan sebelum sakit :
Pasien mengatakan jika dirinya mempunyai masalah selalu di ceritakan kepada istrinya dan terkadang ada masalah pasien tidak terlalu dipikirkan karena takut stress selalu mencari jalan keluar atau solusi kalau ada masalah
2.    Keadaan sejak sakit :
Pasien mengatakan cemas karena harus menjalani operasi dan memikirkan biaya operasi,
Observasi : pasien cemas karena mau menjalani operasi
3.    Pemeriksaan fisik :
a)  Tekanan darah : berbaring :120/80 mmhg
b)  HR   : 114 x/mnt
c)  Kulit : keringat dingin : tidak ada
K.    Pola Sistem Nilai Kepercayaan
1.    Keadaan sebelum sakit :
Pasien mengatakan beragama islam tapi pasien tidak selalu sholat lima waktu
2.    Keadaan sejak sakit
Pasien tidak mampu untuk melakukan sholat lima waktu dan hanya mampu untuk berdoa saja. Pasien pun sering dibacakan surat yasin oleh sang istri.

PENGKAJIAN INTRA OPERATIF
1.    Alat- alat yang dipergunakan saat operasi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar